SERANG - Terdakwa Agus Takaria divonis penjara selama 10 bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Serang, Rabu (7/3). Vonis ini jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) selama 1,5 tahun penjara.
Ketua Majelis Hakim Rasminto menyatakan, mantan Kasubag Program Kesehatan (Promkes) Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten itu terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menipu dan menggelapkan uang Rp 130 juta milik Kasi Pidum Kejari Cilegon Encup Sopyan dan Rp 200 juta milik kakak ipar terdakwa, Sudjanarko. “Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Agus Takaria selama 10 bulan,” katanya membacakan putusan.
Fakta persidangan mengungkapkan, terdakwa Agus Takaria menawarkan proyek pengadaan pengembangan media informasi kesehatan Provinsi Banten tahun 2009 kepada Sudjanarko. Terdakwa juga mengaku sebagai panitia lelang pengadaan barang dan jasa di Dinas Kesehatan Banten sehingga korban menyerahkan uang Rp 200 juta.
Terdakwa juga menawarkan pekerjaan Program Penanggulangan Gizi Buruk di Dinkes Provinsi Banten kepada Encup Sopyan, sehingga korban menyerahkan uang total senilai Rp 130 juta. Padahal proyek yang ditawarkan itu tidak ada.
Terkait itu, Rasminto menyatakan, unsur melawan hukum terpenuhi. Terdakwa Agus Takaria telah bermaksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan tipu muslihat dan perkataan bohong. “Menyatakan terdakwa Agus Takaria terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dalam dakwaan Pasal 378 KUHP juncto Pasal 64 KUHP tentang penipuan dan penggelapan, dengan kategori perbuatan yang dilakukan terus menerus sebagai perbuatan yang berlanjut,” jelasnya.
Sebelumnya Agus Takaria yang juga tersangka dugaan korupsi proyek Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) di Dinkes Provinsi Banten dakwa Pasal 378 juncto Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana atau Pasal 372 juncto Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana. Terkait itu, menurut hakim, dakwaan terdakwa bersifat alternatif. Jika dakwaan pertama terbukti, dakwaan lainnya tidak perlu dibuktikan. “Hal-hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum dan telah ada musyawarah antara korban dan terdakwa. Sedangkan hal-hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa telah merugikan orang lain yaitu korban,” kata Rasminto.
Setelah konsultasi dengan hukumnya, Syafe’i Djasmin, terdakwa menyatakan pikir-pikir. Begitu juga JPU Andri Saputra. “Hukuman yang dijatuhkan sudah lebih dari setengah tuntutan, jadi saya kira sudah sesuai. Makanya kami sifatnya menunggu. Kalau terdakwa mengajukan banding, kami banding,” kata Andri.
Kuasa hukum terdakwa, Syafe’i Djasmin, mengemukakan pendapat lain. Kata dia, putusan hakim seharusnya onslag atau terbukti melakukan perbuatan, tapi bukan tindak pidana. “Kami pikir-pikir. Ada waktu selama tujuh hari untuk mempelajari putusan ini, apakah banding atau menerima,” katanya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar